Pendidikan Anak yang Berkebutuhan khusus
Anak Berkebutuhan Khusus adalah
mereka yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran
karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa.
Anak berkebutuhan khusus yang paling banyak mendapat perhatian guru menurut
Kauffman dan Hallahan antara lain sebagai berikut :
Anak tunanetra
Anak tunarunguwicara
Tunagrahita ( mental retardation )
Anak berkesulitan belajar ( learning disabilities )
Hyperactive
Anak tunalaras
Anak autistic
Anak tunadaksa ( physical disability )
Anak tunaganda ( multiple handicapped )
Anak berbakat ( gifted and special talents )
Anak tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan penglihatan
atau ketidak fungsiannya indra penglihatan secara normal sehingga memerlukan
layanan pendidikan khusus.Bervariasinya kelainan penglihatan pada anak
tunanetra, menuntut adanya pengelolaan yang cermat dalam mengidentifikasi
kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Hal ini penting dalam upaya
menentukan apa yang dibutuhkan dapat mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan
kemampuan dan keadaannya.
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran
atau kehilangan pendengaran yang diakibatkan oleh ketidak fungsinya sebagian
atau seluruh indra pendengaran dimana tingkat ketajaman pendengarannya tidak
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga dibutuhkan suatu layanan
pendidikan khusus.
Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami keterbelakangan intelegensi di
bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga kurang mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan.
klasifikasi menurut tingkat kecerdasan :
IQ antara 51 s/d 70 termasuk tunagrahita ringan ( mampu
didik/debil )
anak ini mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik,
penyesuaian sosial dan kemampuan bekerja.
IQ antara 31 s/d 50 termasuk tunagrahita sedang ( mampu
latih/embisil )
anak ini mempunyai kemampuan intelektual dan adaptasi perilaku di bawah
tunagrahita ringan.
IQ di bawah 30 termasuk tunagrahita berat ( mampu rawat /
idiot ) dan sangat berat. Anak ini sulit mencapai keterampilan hidup yang
diharapakan secara normal.
Anak tunadaksa adalah anak yang mengalami cacat
tubuh/kerusakan tubuh atau anak yang mengalami gangguan fisik dan kesehatan
dari tingkat ringan sampai dengan tingkat berat dan sangat berat
Anak tunalaras adalah anak yang berumur antara 6-17 tahun dengan karakteristik
bahwa anak tersebut mengalami gangguan/hambatan emosi dan berkelainan tingkah
laku sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan
keluarga,sekolah dan masyarakat.
Tunalaras ada 4 jenis yaitu :
Tunalaras social ( socially maladjustek ) = anak yang tidak
dapat menyesuaikan diri secara social, kita sebut dengan anak nakal.
Tunalaras emosi ( emotional disturbed ) = anak yang mengalami
gangguan emosi seperti terlalu penakut, penalu dan minder yang berlebihan
Hiperaktif adalah anak yang aktifitasnya berlebihan anak sulit
untuk diam dan tidak konsentrasi
Autis adalah anak yang hidup didunianya sendiri sehingga anak
tersebut terputus komunikasinya dengan lingkungannya.
Anak berkesulitan belajar (Learning disability) Anak yang berprestasi rendah
(underachievers) umumnya kita temui disekolah karena mereka pada umumnya tidak
mampu menguasai bidang studi tertentu yang diprogramkan oleh guru berdasarkan
kurikulum yang berlaku.
Anak berbakat adalah anak yang menunjukkan fakta adanya
kemampuan penampilan yang tinggi dalam bidang-bidang intelektual, kreatif,
seni, kapasitas tinggi dalam bidang-bidang akademik khusus, dan yang memerlukan
pelayanan-pelayanan atau aktifitas-aktifitas yang tidak bisa disediakan oleh
sekolah agar tiap kemampuan berkembang secara penuh.
Strategi Pembelajaran Bagi Anak
Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua kelompok, yaitu:
ABK temporer (sementara) dan permanen (tetap). Adapun yang
termasuk kategori ABK temporer meliputi: anak-anak yang berada di
lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan (anjal),
anak-anak korban bencana alam, anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau
terpencil, serta anak-anak yang menjadi korban HIV-AIDS. Sedangkan yang
termasuk kategori ABK permanen adalah anak-anak tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention Deficiency
and Hiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar, Anak
berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain.
Untuk menangani ABK tersebut dalam setting pendidikan
inklusif di Indonesia, tentu memerlukan strategi khusus. Pendidikan inklusi
mempunyai pengertian yang beragam. Stainback dan Stainback (1990)
mengemukakan bahwa: sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung
semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang
layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa,
maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak
berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak
dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan
guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan
individualnya dapat terpenuhi. Selanjutnya, Staub dan Peck (1995)
menyatakan bahwa: pendidikan inklusi adalah penempatan anak
berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler.
Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan
bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya.
Sementara itu, Sapon-Shevin (O’Neil, 1995) menyatakan bahwa pendidikan
inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar
semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler
bersama-sama teman seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya perombakan
sekolah, sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus
setiap anak, sehingga sumber belajar menjadi memadai dan mendapat dukungan dari
semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.
Melalui pendidikan inklusi, anak
berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya (Freiberg, 1995). Hal ini dilandasi oleh
kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan
yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.
Dalam hal ini, ada empat strategi pokok yang diterapkan
pemerintah, yaitu: peraturan perundang-undangan yang menyatakan jaminan kepada
setiap warga negara Indonesia (termasuk ABK temporer dan permanen) untuk
memperoleh pelayanan pendidikan, memasukkan aspek fleksibilitas dan
aksesibilitas ke dalam sistem pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan
informal. Selain itu, menerapkan pendidikan berbasis teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) dan mengoptimalkan peranan guru.
Di bawah ini beberapa strategi pembelajaran bagi anak
berkebutuhan khusus:
1. Strategi pembelajaran bagi anak
tunanetra
Strategi pembelajaran pada dasarnya adalah pendayagunaan
secara tepat dan optimal dari semua komponen yang terlibat dalam proses
pembelajaran yang meliputi tujuan, materi pelajaran, media, metode, siswa,
guru, lingkungan belajar dan evaluasi sehingga proses pembelajaran berjalan
dengan efektif dan efesien. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan strategi pembelajaran , antara lain:
- Berdasarkan
pengolahan pesan terdapat dua strategi yaitu strategi pembelajaran
deduktif dan induktf.
- Berdasarkan
pihak pengolah pesan yaitu strategi pembelajaran ekspositorik dan
heuristic.
- Berdasarkan
pengaturan guru yaitu strategi pembelajaran dengan seorang guru dan
beregu.
- Berdasarkan
jumlah siswa yaitu strategi klasikal, kelompok kecil dan individual.
- Beradsarkan
interaksi guru dan siswa yaitu strategi tatap muka, dan melalui media.
Selain strategi yang telah disebutkan di atas, ada strategi
lain yang dapat diterapkan yaitu strategi individualisasi, kooperatif dan
modifikasi perilaku.
2. Strategi pembelajaran bagi anak
berbakat
Strategi pembelajaran yang sesuai denagan kebutuhan anak
berbakat akan mendorong anak tersebut untuk berprestasi. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam meneentukan strategi pembelajaran adalah :
- Pembelajaran
harus diwarnai dengan kecepatan dan tingkat kompleksitas.
- Tidak
hanya mengembangkan kecerdasan intelektual semata tetapi juga mengembangkan
kecerdasan emosional.
- Berorientasi
pada modifikasi proses, content dan produk.
Model-model layanan yang bias diberikan pada anak berbakat
yaitu model layanan perkembangan kognitif-afektif, nilai, moral, kreativitas
dan bidang khusus.
3. Strategi pembelajaran bagi anak tunagrahita
Strtegi pembelajaran anak tunagrahita ringan yang belajar di
sekolah umum akan berbeda dengan strategi anak tunagrahita yang belajar di
sekolah luar biasa. Strategi yang dapat digunakan dalam mengajar anak
tunagrahita antara lain;
- Strategi
pembelajaran yang diindividualisasikan
- Strategi
kooperatif
- Strategi
modifikasi tingkah laku
4. Strategi pembelajaran bagi anak
tunadaksa
Strategi yang bias diterapkan bagi anak tunadaksa yaitu
melalui pengorganisasian tempat pendidikan, sebagai berikut:
- Pendidikan
integrasi (terpadu)
- Pendidikan
segresi (terpisah)
- Penataan
lingkungan belajar
5. Strategi pembelajaran bagi anak
tunalaras
Untuk memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman
(1985) mengemukakan model-model pendekatan sebagai berikut;
- Model
biogenetic
- Model
behavioral/tingkah laku
- Model
psikodinamika
- Model
ekologis
6. Strategi pembelajaran bagi anak
dengan kesulitan belajar
1.
Anak berkesulitan belajar membaca yaitu
melalui program delivery dan remedial teaching
2.
Anak berkesulitan belajar menulis yaitu
melalui remedial sesuai dengan tingkat kesalahan.
3.
Anak berkesulitan belajar berhitung
yaitu melalui program remidi yang sistematis sesuai dengan urutan dari tingkat
konkret, semi konkret dan tingkat abstrak.
7. Strategi pembelajaran bagi anak
tunarungu
Strategi yang biasa digunakan untuk anak tunarungu antara
lain: strategi deduktif, induktif, heuristic, ekspositorik, klasikal, kelompok,
individual, kooperatif dan modifikasi perilaku.