Minggu, 20 April 2014

Evaluasi Kinerja Kelompok Kegiatan Observasi dan Hasil Observasi Sekolah


Oleh: Kelompok 12
Andry Sony S (09-079) http://09079as.blogspot.com/
Awiddah Khairiami P (13-051) http://13051ak.blogspot.com/
Nanda Safrida P (13-055) http://nandasyafrida.blogspot.com/
Alifia Ridha P (13-063) http://13063arp.blogspot.com/
Jerni Hati S (13-067) http://13067jh.blogspot.com/
Atika Zahra (13-131) http://atikzhra.blogspot.com/
Profil Sekolah
Nama Sekolah          : SD dan MDTA Yayasan Perguruan  Islam Al-Ikhlas
Alamat                     : Jalan Sei Padang no. 129 Kecamatan Medan Selayang, kode pos: 20121
Visi dan Misi            : Mengutamakan kreativitas dan menanamkan aqidah Islam
Evaluasi (evaluation) adalah proses penilaian. Evaluasi dapat diartikan sebagai proses pengukuran akan efektifitas strategi yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).
A.          Evaluasi Kinerja Kelompok
Kami membagi proses kegiatan observasi ke dalam 3 tahap:
1.      Tahap perencanaan/persiapan kegiatan
2.      Tahap pelaksanaan kegiatan
3.      Tahap pasca-pelaksanaan kegiatan
1.             Tahap perencanaan/persiapan kegiatan
Meliputi:
1.      Pembagian tugas
Anggota kelompok kami dibagi menjadi dua subkelompok yang masing-masing terdiri atas 3 orang; subkelompok A melakukan observasi di dalam kelas (mengamati ruang kelas, bagaimana situasi proses belajar-mengajar di dalam kelas, tata ruang kelas) dan subkelompok B melakukan observasi di luar kelas (mengamati sekolah secara keseluruhan, meneliti fasilitas, sarana dan prasarana).
 Subkelompok A: Alifia Ridha Pratiwi, Jerni Hati, Nanda Syafrida Putri
 Subkelompok B: Andry Sony S, Awiddah Khairiami P, Atika Zahra
2.      Menentukan sekolah, jenjang dan kelas yang akan diobservasi
Kelompok kami mengobservasi SD dan MDTA Yayasan Perguruan  Islam Al-Ikhlas tepatnya kelas 1 SD. Sekolah ini beralamat di Jalan Sei Padang no. 129 Kecamatan Medan Selayang, kode pos: 20121
3.      Pengurusan surat izin untuk dilakukannya kegiatan observasi yang nantinya akan diserahkan pada pihak sekolah yang diobservasi di Fakultas Psikologi USU
4.      Penentuan kapan akan dilaksanakannya observasi
Kegiatan observasi dilaksanakan pada hari Selasa, 8 April 2014 pada pukul 07.10 sampai 09.00.
5.      Lain-lain
Lain-lain meliputi: kelengkapan atribut yang digunakan selama proses observasi (kartu tanda mahasiswa dan almamater), alat-alat yang diperlukan (Kamera HP dan tab untuk dokumentasi, Note untuk mencatat hasil observasi meliputi dinamika di dalam kelas, sistem pengajaran, setting ruang kelas, setting sekolah, dan alat-alat tulis), dan pemberian reward pada sasaran observasi.
2.             Tahap pelaksanaan kegiatan
1.        Lama observasi
Observasi dilaksanakan selama 1 jam 45 menit (mulai pukul 07.15 sampai 09.00)
2.        Kinerja kelompok
Setiap anggota kelompok bekerja dengan optimal selama proses observasi berlangsung. Sesuai dengan pembagian tugas pada tahap perencanaan, pelaksanaan kegiatan mencakup:
Ø  Subkelompok A melakukan observasi di dalam kelas (mengamati ruang kelas, bagaimana situasi proses belajar-mengajar di dalam kelas, tata ruang kelas)
Ø  Subkelompok B melakukan observasi di luar kelas (mengamati sekolah secara keseluruhan, meneliti fasilitas, sarana dan prasarana).
3.        Proses dokumentasi dan pencatatan apa-apa saja yang berlangsung di kelas (dinamika pembelajaran antara siswa dan guru, setting ruangan kelas) dan di luar kelas (setting lokasi sekolah secara menyeluruh).
4.        Setelah proses observasi selesai, kami memberikan reward pada anak-anak dan meminta izin kepada kepala sekolah untuk meninggalkan lokasi observasi karena telah berakhirnya kegiatan observasi.
Tahap perencanaan tidak selamanya berjalan dengan baik dan lancar. Ada beberapa hambatan yang juga terjadi selama proses pelaksanaannya. Kelompok kami juga mengalami hal itu.
Faktor pendukung:
1.      Pihak sekolah dapat bekerja sama dengan kelompok (memberikan izin, mendukung sepenuhnya)
2.      Setiap anggota bertanggung jawab penuh selama proses observasi berlangsung
3.      Pengurusan surat izin di Fakultas berjalan dengan baik walaupun sudah mendekati deadline
4.      Lokasi observasi yang mudah dijangkau
5.      Masing-masing anggota kelompok yang dapat bekerja sama selama proses observasi berlangsung
Faktor penghambat:
1.      Terlalu sedikitnya usulan sekolah yang akan menjadi sasaran observasi (terhambat karena faktor lokasi yang agak sulit dijangkau)
2.      Susahnya berkumpul bersama anggota kelompok karena jadwal kegiatan yang berbeda-beda pada masing-masing individu
3.      Kesulitan mencari hari yang tepat untuk dilaksanakannya proses observasi karena pada saat itu murid-murid sedang menjalani UTS. Kepala sekolah belum dapat mengizinkan observasi berlangsung jika murid-murid masih menjalani UTS
4.      Keterbatasan alat dokumentasi yang dimiliki oleh anggota kelompok. Tetapi, walaupun alat dokumentasi terbatas, proses kegiatan observasi tetap dapat berjalan dengan baik
5.      Ada sedikit kendala mengenai format dan isi dalam pembuatan slide powerpoint
3.             Tahap pasca-pelaksanaan kegiatan
Tahap pasca-pelaksanaan kegiatan meliputi: penyusunan hasil dokumentasi dan laporan. Pembuatan laporan didasarkan pada hasil diskusi sesama anggota kelompok.
Analisis dengan Teori Belajar dan atau Teori Perkembangan
1.      Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget)
Piaget membagi perkembangan kognitif pada anak ke dalam empat periode yaitu:
a.       Periode sensorimotor ( 0 – 2 tahun)
b.      Periode praoperasional (2-7 tahun)
c.       Periode operasional konkrit (7-11 tahun)
d.      Periode operasi formal (11-dewasa)
Menurut Teori Perkembangan Kognitif Piaget, kita sudah memasuki tahap operasional formal.
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Pengetahuan pada tahap operasional formal telah berkembang dengan pesat.
Melalui kegiatan observasi ini, seseorang yang telah memasuki tahap operasional formal tentunya akan berpikir bahwa kegiatan observasi membutuhkan analisis yang terperinci (diperoleh dengan penalaran logika yang baik dan sudah memasuki sempurna) dan penyusunan yang sistematis. Kerangka kegiatan observasi dan penyusunan hasil observasi yang sistematis akan memudahkan pelaksanaan kegiatan. Selain itu, sumber pengetahuan yang cukup memadai dapat membantu proses terselesainya tugas.
B.          Evaluasi Hasil Observasi
Poin-poin singkat hasil observasi:
1.      Pelajaran pertama di kelas dimulai pada pukul 07.15 sampai 09.15
2.      Ruangan kelas 1 berukuran sekitar 6x6 meter. Perangkat di dalam kelas terdiri atas: 1 meja guru, 12 bangku murid, 1 lemari kayu, 1 papan tulis kapur, 1 papan absensi siswa, foto presiden dan wakil presiden, pancasila, kalender, doa-doa, dll
3.      Kelas 1 terdiri dari 16 murid, 11 orang laki- laki dan 5 orang perempuan
4.      Mereka mengenakan pakaian merah-putih lengan panjang dan bawahan panjang. Untuk laki-laki memakai peci dan perempuan memakai jilbab
5.      Sebelum masuk kelas, murid-murid berbaris terlebih dahulu sesuai kelasnya masing-masing
6.      Murid yang terlambat tidak diizinkan masuk kelas
7.      Kelas dan lingkungan di sekitar kelas harus terkondisikan bersih. Siapapun yang melihat ada sampah di sekitarnya, harus dikutip dan dibuang pada tempatnya.
8.      Dinamika di dalam kelas meliputi: guru memandu muridnya untuk berdoa dan membaca surat-surat pendek sebelum pelajaran dimulai, guru memberikan tugas kepada murid dan mengumpulkannya setelah selesai, guru akan memberikan negative reinforcement pada murid yang melanggar peraturan di dalam kelas, guru juga mengadakan sesi tanya jawab dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kehidupan sehari-hari dan agama.
Analisis dengan Teori Belajar dan atau Teori Perkembangan
1.      Teori Kognitif Sosial (Albert Bandura)
Teori kognitif sosial adalah obvervational learning, yaitu proses belajar dengan mengamati tingkah laku dari orang di sekitarnya (model) dan kemudian menirukannya (modelling).
Ex: guru menyuruh muridnya untuk mengutip sampah yang ada di sekitarnya dan membuang-nya ke tempat sampah agar lingkungan menjadi bersih dengan terlebih dulu melakukannya, dan kemudian akan ditirukan oleh si murid (guru sebagai model)
2.      Teori Behaviorisme Ivan Pavlov
Classical Conditioning adalah model pembelajaran yang menggunakan stimulus untuk membangkitkan rangsangan secara alamiah melalui stimulus lain dan terjadi secara berulang

Ex: Ketika guru bernyanyi “Islamku ada…” tanpa mengatakan kata "lima" tetapi memberikan tepuk tangan satu kali, murid akan merespon dengan langsung menjawab "lima" karena sebelumnya guru sudah mengajarkan dan memberikan stimulus lain yaitu tepuk tangan satu kali ketika kata "lima" disuarakan.

3.      Teori Behaviorisme Thorndike
Law of Effect” dimana konsekuensi dari respon menentukan apakah respon akan muncul lagi di kemudian hari (proses belajar tergantung konsekuensinya).
Ex: pemberian positive reinforcement (guru akan memberikan nilai yang baik untuk anak-anak yang bisa menjawab pertanyaan dengan baik), negative reinforcement (guru akan marah dan atau memberikan ancaman ketika ada murid yang melanggar peraturan kelas), dan punishment (guru akan memberikan hukuman ketika pelanggaran yang dilakukan tidak dapat ditolerir lagi, menyuruh murid keluar kelas).
4.      Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget)
Menurut Teori Perkembangan Kognitif Piaget, anak-anak kelas 1 SD dapat digolongkan pada tahap periode operasional konkrit (7-11 tahun).
Proses-proses penting yang berlangsung selama tahapan ini antara lain:
Ø  Pengurutan. anak ini sudah bisa mengurutkan benda berbeda ukuran baik dari kecil ke besar atau sebaliknya.
Ø  Klasifikasi.  Apabila guru mengatakan mengucap dua kalimah syahadah, mendirikan solat, menunaikan zakat, berpuasa, anak sudah bisa mengklasifikasi bahwa yang disebutkan oleh guru merupakan Rukun Islam
Ø  Operasi Penghitungan konkret. Di sini anak-anak sudah mulai memahami bahwa 4+4 sama dengan 8, sementara 8-4 akan sama dengan 4
5.      Teori Belajar Vygotsky
Zone of proximal development adalah kemampuan anak-anak bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajarinya namun tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya. Proses belajar terjadi dalam dua tahap: tahap pertama, saat berkolaborasi dengan orang lain (guru atau yang lebih berpengalaman), dan tahap berikutnya dilakukan secara individual.
Guru memberikan tugas kepada murid dan menentukan target waktu dalam menyelesaikannya. Setelah itu guru akan menilai sudah sejauh mana kemampuan mereka. Dalam proses menilai itu, guru mem-berikan evaluasi kepada murid (penjelasan agar mereka lebih mengerti, memberi tahu jawaban yang benar) sehingga ketika ada soal yang sama seperti itu, mereka sudah bisa mengerjakannya dengan benar (guru sebagai pembimbing murid)
6.      Teori Ekologi Bronfenbrenner
Teori Ekologi Bronfenbrenner menjelaskan bahwa perkembangan anak-anak adalah hasil interaksi antara alam sekitar dengan anak-anak tersebut.
Ø  Mikrosistem: interaksi antara murid dengan murid atau murid dengan guru di dalam kelas
Ø  Mesosistem: apakah keadaan anak di rumah dapat mempengaruhi tingkah lakunya ketika di dalam kelas
Ø  Eksosistem: organisasi kelas dan peraturan yang berlaku di sekolah dapat mempengaruhi perkembangan sosial anak
Ø  Makrosistem: norma-norma sekolah
Ø  Kronosistem: berkaitan dengan arus perubahan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
Source:
Santtrock, John W. 2013. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Kencana
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget-dan-implementasinya-dalam-pendidikan-346946.html
http://edukasi.kompasiana.com/2013/09/25/teori-belajar-menurut-vygotsky-595767.html 

Rabu, 09 April 2014


Meningkatkan Rasa Harga diri Anak
            Riset menyarankan empat kunci untuk meningkatkan rasa harga diri anak ( Bednar, Wells & Peterson 1995; Harter, 1999 ) 
  1.   Identifikasi penyebab rendah diri dan area kompetensi yang penting bagi diri. Ini penting. Apakah rasa rendah diri anak itu karena prestasi sekolahnya yang buruk? Karena komplik keluarga? Kemampuan social yang lemah? Murid punya harga diri tertinggi ketika mereka bisa kompeten dan sukses dalam melakukan sesuatu diarea yang mereka anggap penting. Jadi, cari tahu dari murid yang rendah diri area kompetensi yang mereka anggap penting. Dalam riset Susan Harter (1990,1996, 1999), penampilan fisik dan penerimaan social dari teman sekelas merupakan contributor amat penting bagi rasa harga diri. Penerimaan social teman sekelas lebih penting bagi rasa harga diri remaja ketimbang penerimaan social dari guru. Meski demikian, guru masih memainkan peran penting dalam meningkatkan rasa harga diri remaja muda yang orang tuanya tidak peduli.
  2.  Beri dukungan emosional dan penerimaan sosial. Stiap kelas mendapat terlalu banyak nilai buruk. Anak ini mungkin berasal dari keluarga yang suka menghina dan merendahkan, yang terus-menerus melecehka si anak, atau mungkin mereka sebelumnya menjadi murid dikelas terlalu banyak member nilai negatif. Dukunagan emosional dan penerimaan sosial anda dapat amat membantu mereka menghargai diri mereka sendiri. Konseler sekolah atau guru BP dapat membantu anak semacam ini. Bagi anak dari keluarga single parent, dapat diberi program Big Brother atau Big sister yang menyediakan yang bisa member dukungan emosional dan penerimaan sosial. Ingat bahwa penerimaan sosial teman sebaya amat sangat penting dalam masa sekolah ini. Dalam satu studi baik itu dukungan orang tua atau dukungan teman sebaya akan memengaruhi perasaan remaja dalam memandang martabat dirinya ( Rebinson, 1995).
  3. Bantu anak mencapai tujuan dan berprestasi. Prestasi bisa menaikkan harga diri. Pengajaran atau kursus akademik secara l;angsung atau bisa menaikkan prestasi anak, dan akibatnya bisa menaikkan harga diri mereka. Sering kali tidak cukup member tahu murid bahwa mereka bisa mencapai sesuatu; anda juaga harus membantu mengembangkan keahlian akdemik mereka. Hanry Gaskins adalh relawan yang menjalankan program tutorial (kursus) setelah jam sekolah untuk murid-murid di Wanghiston DC. Selama empat jam pada waktu malam dan disepanjang hari sabtu, 80 murid menerima bantuan satu-satu oleh Gaskins, istrinya, dan relawan dewasa, dan anak yang berbakat secara akademik. Selain diajari mata pelajaran tertentu, anak juga menentukan tujuan pribadinya dan menyusun rwncana sendiri untuk mencapai tujuan ini. Banyak orang tua dari murid-murid ini drop-out dari sekolah atau tidak bisa atau tidak termotivasi untuk member dukungan akademik bagi anaknya. Gaskins meningkatkan harga diri anak dengan meningkatkan kemampuan akademik mereka
  4. Kembangkan keterampilan mengatsi masalah. Ketika anak menghadapi problem dan bisa mengatasinya, bukan menghindarinya, maka rasa harga dirinya akan naik. Murid yang mau mengatsi masalah kemungkinan aakan menghadapi problem secara realistis, jujur, dan nondefensif. Ini menghasilkan pemikiran positif tentang diri mereka sendiri yang akibatnya bisa meningkatkan harga dirinya. di lain pihak, murid yang rendah diri biasanya mengevaluasi diri secara negatife dan menyababkan sikap penolakan, penipuan, dan penghindaran. Tipe penolakan harga diri ini membuat murid merasa tidak mampu secara personal dan membuat dirinya merasa tidak mampu.